Kapan terakhir kali Anda berbuat dosa tetapi hanya sedikit saja merasa bersalah atau bahkan tidak menyesal telah melakukannya ? Hati-hati! Mungkin hati Anda sudah mati ... !
Hidung yang Tersumbat
Kita sering tertipu dengan anggapan bahwa dosa adalah hal yang biasa, lumrah terjadi, ... semua orang melakukannya. Dosa kita bayangkan seperti melakukan kenakalan kecil di kelas. Melempar pesawat kertas di saat guru sedang menulis menghadap papan tulis. Ya... kita hanya kadang-kadang nakal seperti anak-anak, tidak lebih. Tidak sedikit pula orang yang beranggapan bahwa dosa itu khayalan teologis, tidak nyata. Tentu saja nyata! Ada banyak tidakan kriminal yang jelas-jelas salah dan dosa. Tetapi kita sendiri melonggarkan peraturan tentang dosa jika menyangkut daerah abu-abu. Kita berkompromi! Yang lebih gawat lagi, beberapa menggangap dosa sebagai kebebasan dan pernyataan diri. Bebas melakukan segala-sesuatu, bersenang-senanglah, nikmatilah hidup karena hidup hanya satu kali ...
Tidakkah semua hal di atas akrab di telinga kita? Itu semua aroma dosa yang salah. Bahayanya, aroma itu sudah membuat hidung teologis kita tersumbat dan terinfeksi. Kita menjadi pesakitan dosa!
Aroma Dosa menurut Yesus
Don Everts dalam buku ini dengan jelas menyingkapkan arti dosa yang sesungguhnya. Membaca buku ini akan membuat Anda menyadari bahwa DOSA ITU SANGAT SERIUS !
Perhatikan kutipan firman berikut,
"Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, ..." (Matius 5:29)
Sedemikian seriusnya dosa itu sehingga Yesus sendiri memberi peringatan keras. Bayangkan jika Anda harus mencungkil bola mata Anda sendiri, menggergaji tangan Anda sendiri supaya tidak berbuat dosa. Menurut Yesus, kehilangan bola mata (yang sangat Anda sayangi) jauh lebih baik daripada melakukan dosa. Coba baca Matius 18:8,9. Hal yang sama diulangi Yesus. Diulang sampai dua kali berarti Yesus sungguh-sungguh ingin menekankan bahwa dosa bukan perkara yang main-main.
Dosa dalam bahasa Yunani adalah hamartia - bidikan yang meleset. Meleset? Apa sasarannya? Alih-alih membuat daftar panjang tentang dosa, Yesus justru memberikan penjelasan lewat perumpamaan.
Jika pertanyaan yang sering kita ajukan adalah - apa itu dosa dan apa batasan dosa, Yesus melontarkan pertanyaan lain -seperti apa rasanya berbuat dosa?Di bagian ketiga buku ini, Don Everts membeberkan sudut pandang Yesus tentang aroma dosa dalam beberapa point :
1. Pengkhianatan dalam keluarga
Sejak kita menerima Yesus, kita menjadi bagian dalam keluarga-Nya. Aroma dosa digambarkan Yesus lewat perumpamaan anak yang hilang (Lukas 15:11-32). Anak yang menuntut ayahnya membagi warisan (bahkan ketika ayahnya masih terlihat sehat) lalu pergi ... orang-orang Yahudi yang mendengar hal itu pasti merasa muak.
Kisah yang lain adalah tentang seorang ayah yang mempunyai dua anak laki-laki (Matius 21:28-32). Suatu ketika ayahnya menyuruh mereka untuk bekerja di ladang seperti biasanya. Yang seorang menolak mentah-mentah sedangkan anak yang lain meng-iya-kan. Tetapi anak yang meng-iya-kan ini ternyata tidak melakukan perintah ayahnya! Ia tidak pergi ke ladang pada hari itu! ... ”Itu menghina! Merendahkan!”, demikian bisik orang Yahudi yang mendengarkan-Nya sambil (sekali lagi) merasa muak.
Dalam Kitab Hosea (PL), Allah menyamakan umat Israel yang berdosa sebagai pengantin yang berzina, bersundal. Lagi-lagi pengkhianatan.
Seperti itulah aroma dosa. Dosa selalu terjadi dalam keluarga. Apa sasarannya? Keluarga yang harmonis. Apa artinya meleset? Menghina orangtua yang penuh kasih dan memberontak terhadap mereka. ”Seperti meludahi wajah ibumu saat ia tengah menyediakan makanan lezat bagimu... ” demikian tutur Don Everts.
Ya ... pengkhianatan dalam keluarga. Ada ayah yang terluka dan ibu yang terhina serta menangis. Setiap kali kita berbuat dosa (lagi), Allah tidak saja marah. Ia dikhianati, terluka dan menangis.
2. Bunuh diri
Yesus meminta kita membayangkan ranting anggur yang memutuskan untuk melepaskan diri dari pokoknya. Ranting cokelat yang bodoh. Sesaat mereka merasa bebas dan tidak perlu lagi menjaga pokok anggur itu. Tetapi begitu terlepas dari pokoknya, ranting itu tidak lagi mendapatkan makanan. Ia akhirnya mati. Berbuat dosa berarti menolak sumber makanan. Itu artinya bunuh diri rohani.
3. Tersesat
Seperti domba yang tidak bergembala. Ketika kita memilih berdosa, kita seperti domba yang memilih menutup matadan telinganya dari tuntunan gembala, lalu mulai mengembara. Tersesat, tak berdaya, dan tidak memiliki harapan lagi. Pada akhirnya terjatuh ke jurang atau dimangsa binatang buas.
4. Tidak wajar. Aneh.
Don Everts mengajak kita membayangkan Lazarus yang dihidupkan kembali (keselamatan) namun betapa anehnya jika ia tetap mengenakan kain kafannya setiap hari kemudian juga sesekali dalam seminggu tidur di gua kubur yang pernah ditinggalkannya. Aneh. Tidak wajar. Memalukan. Setelah memperoleh keselamatan, kita seharusnya hidup dalam penyucian.
5. Hidup di bawah perbudakan
Dosa memproklamirkan diri sebagai kemerdekaan untuk berbuat segala sesuatu yang kita inginkan. ” ... sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.” itu yang dikatakan Yesus tentang dosa. Saat berbuat dosa, kita terikat sedemikian rupa dengan dosa itu hingga kecanduan. Budak hidup di bawah tekanan, diikat, dicambuk dan jarang makan.
Setelah panjang lebar mengungkap aroma dosa, dalam bagian terakhirnya Don Everts mengajak pembacanya untuk menghirup udara kasih karunia. Udara itu terasa amat segar setelah kita mengerti hakikat dosa yang sesungguhnya. Dalam bagian terakhir ini, Don Everts juga mengajak kita untuk memiliki disiplin pengakuan dosa dan kelompok-kelompok kecil sebagai pengawas kita.
Ditulis dengan gaya bahasa yang ringan, pembahasan tentang dosa menjadi lebih hidup dan dekat. Don Everts dengan anggun menulis puisi-puisi di awal dan akhir bab seputar pembicaraaan yang dibahasnya. Menyelesaikan buku ini sungguh akan membuat Anda menyikapi dosa dengan cara yang berbeda dan sangat mungkin Anda tidak akan berani berbuat dosa lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar