31 Maret 2008

Freewill And God's Will

sebagian terinspirasi dari renungan yang disampaikan Ev. Silvia Wiguno

Kehendak bebas sudah diberikan kepada Adam (dan kemudian juga) Hawa
sebagai pasangan manusia pertama yang diciptakan Allah. Apa buktinya?
Hal ini jelas terlihat saat Hawa memutuskan untuk makan buah pengetahuan
yang baik dan yang buruk. Allah pada dasarnya hanya memberikan rambu
larangan memakan buah itu tetapi Hawa dan kemudian Adam memilih untuk
memakannya. Tuhan tidak menciptakan robot. Ia menciptakan manusia secara
utuh dengan segala pilihannya. Bahkan pilihan untuk berbuat dosa sekalipun.

Mengapa Allah memberikan kehendak bebas jikalau Ia tahu bahwa manusia
akan menyalahgunakannya? Pertanyaan klasik ini muncul seiring dengan
pembahasan tentang freewill. Bayangkan jika Anda memiliki seorang
kekasih. Kebetulan Anda diberi kesempatan dan kekuatan mengatur
kehidupannya secara detil dan setiap aturan Anda akan dijalankan persis.
Anda mengatur kekasih Anda tersebut untuk selalu mengasihi Anda setiap
saat. Bagaimana kira-kira cinta yang seperti itu? Apakah ini cinta
sejati? Tentu bukan. Ketika kita diberi kesempatan bebas dan kita
memilih untuk mencintai kekasih kita dan mengabaikan yang lain bukankah
cinta seperti ini yang kita inginkan? Tanpa kemerdekaan pilihan, tidak
ada kasih.

Ketika Adam dan Hawa memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat
itu, mereka meragukan kebaikan Allah. Konsekuensi kejatuhan manusia
dalam dosa adalah ::
1. Tahu bahwa mereka menjadi berdosa.
2. Hubungan vertikal (dengan Allah) dan horisontal (dengan sesama
manusia dan ciptaan Allah lainnya) menjadi rusak berantakan. Terpisah
dari Allah, Adam melempar kesalahan pada Hawa dan Hawa melempar
kesalahan pada ular (dan mungkin sembari bertanya mengapa Allah
mengijinkan ular itu masuk ke Eden).
3. Alam menjadi tidak bersahabat (termasuk dalam rusaknya hubungan
seperti yang tertulis di atas).

Sejak manusia di dalam dosa, maka freewill nya akan cenderung membawa ke
arah dosa yang berarti juga menjauhkannya dari Allah. Kedagingan memang
lemah seperti kata Paulus. Ada seseorang yang membuat joke seperti ini
... Roh memang penurut, tetapi daging enak ... :D

Sebelum kita menyerahkan diri kita kepada Tuhan maka adalah sesuatu yang
mustahil bagi kita untuk menyerahkan freewill kita kepada Tuhan. Sebelum
menyerahkan diri kepada Tuhan, kita perlu tahu seberapa besar sebenarnya
kasih Allah kepada kita.

Memiliki konfiksi tentang betapa panjang dan lebarnya, tinggi dan
dalamnya Kasih Allah, kita baru bisa memulai pola pikir bagaimana
memberikan hidup kita bagi Dia.

Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan di hadapanNya. Itu adalah ibadahmu yang sejati.

Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap pikiranmu,
dan dengan segenap akal budimu. (termasuk segenap freewill kita)

Sudahkah kita mengasihi Allah dengan pilihan bebas kita? Bagaimana bila
pertanyaan di atas kita terapkan dalam pilihan-pilihan besar dalam hidup
kita. Pekerjaan, pasangan hidup, dan bahkan ya ... agama ... (juga untuk
setiap keputusan kecil)

Kalau Allah sudah sedemikian mengasihi kita, apakah kita mengasihi Allah
dengan pilihan pasangan hidup kita?
Sudahkah kita mengasihi Allah dengan pilihan pekerjaan kita?
Atau mungkin cinta Tuhan bertepuk sebelah tangan?

Berikut kutipan dari salah satu buku favorit saya The Jesus I Never Knew
- Philip Yancey. Saya tidak sengaja menemukan bagian yang saya tandai
warna ketika membuka-buka kembali halaman buku itu.
"... Saya merasakan dalam kekejangan kenyerian emosional itu (catatan:
ketika Yesus memandang Yerusalem dan menangisinya), sesuatu yang mirip
sekali dengan perasaan orangtua ketika anaknya mengambil jalan yang
salah, mencari kebebasan, menolak segala sesuatu yang diajarkan pada
masa kecilnya. Atau rasa sakit pria dan wanita yang baru saja mengetahui
pasangannya pergi -rasa sakit kekasih yang ditinggalkan. Itu adalah rasa
sakit yang meremukkan, rasa tidak berdaya karena merasa sia-sia, dan
saya tersentak menyadari bahwa Putra Allah sendiri mengeluarkan tangisan
putus asa di hadapan KEBEBASAN MANUSIA. Bahkan Allah, DENGAN SEGALA
KEMAHAKUASAAN-NYA, tidak dapat memaksa manusia untuk mengasihi."

Matius
Maka carilah dulu kerajaan Allah maka semuanya akan ditambahkan kepadamu
... (ingat semuanya di sini mengacu kepada kebaikan2 dengan standar
Illahi... Bukan kebaikan standar dunia)

Menulis artikel ini bukan berarti saya telah melakukannya. Jujur bagi
saya ini masih sebuah teori, terhenti sebatas pemikiran saja dan saya
masih terus berjuang menjalaninya.

1 komentar:

dede wijaya mengatakan...

Tulisan yg bagus, n artikel2 renungan yg lain juga menarik. hehehe, u punya kemampuan menulis yg bagus, Bud:) kembangkan n jadi berkat. GBU